Show
INFO NASIONAL-Setelah UU No.7 Tahun 2004 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015, DPR kemudian menerbitkan UU No.17 Tahun 2019. Namun demikian, aturan turunan atas undang-undang tersebut sampai tenggat waktu yang ditetapkan pada Oktober 2021, tak juga terwujud. Justru UU ini masuk dalam revisi perubahan di Omnibus Law UU Cipta Kerja. Guru Besar Universitas Muhammadiyah Jakarta, Prof. Dr. Syaiful Bakhri SH, MH mengungkapkan,” Undang-Undang ini menegaskan bahwa Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk itu, negara menjamin hak rakyat atas air untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya,dan terjangkau,” ujarnya dalam diskusi daring Ngobrol @Tempo bertajuk, Refleksi 2 Tahun UU Sumber Daya Air: Kedaulatan Air Mau Dibawa Kemana? akhir Januari lalu. Namun Syaiful mempertanyakan revisi UU No.17 Tahun 2019 dalam UU Cipta Kerja yaitu dihapusnya kewenangan pemerintah daerah (pemda) untuk mengelola sumber daya air. UU Cipta Kerja bertentangan dengan semangat prinsip otonomi daerah dan desentralisasi. Kewenangan pemerintah pusat dapat bersifat absolut. “Intinya, pemerintah membuka ruang seluas-luasnya kepada korporasi untuk melakukan privatisasi usaha air, dan konflik politik tercermin dalam proses pembahasan di DPR RI,” katanya. Hal senada juga diungkapkan oleh Peneliti FMCG Insights, Achmad Haris Januariansyah. “ Pengelolaan air oleh swasta tidak sepenuhnya menguntungkan masyarakat. Ada banyak kasus, dimana masyarakat di daerah kehilangan hak atas air, sehingga harus membeli air untuk kebutuhan MCK, karena tidak tersambung dengan jaringan perpipaan PDAM,”ujarnya. Haris melanjutkan, Polemik UU SDA ini terus bergulir dan membingungkan. Misalnya dalam UU Cipta Kerja tidak mengatur jelas bagaimana perizinan berusaha untuk menggunakan sumber daya air karena akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.” Namun demikian, Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Sumber Daya Air, Irigasi, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tidak secara rigid mengatur kewajiban hukum terhadap pelaku usaha. Haris menuturkan, “Seharusnya konsekuensi pertanggungan jawaban hukum diatur dalam Undang-Undang. Peraturan Menteri secara teknis tidak mengatur perihal sanksi secara administratif, perdata maupun pidana akibat kelalaian pelaku usaha, Jadi diperlukan kewajiban hukum diatur di level UU, apabila dipaksakan di level Peraturan Menteri maka bertentangan dengan asas “no punish without representative,” katanya.(*)
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Pemberlakuan Undang undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air memberikan kejelasan dan kepastian hukum dalam pengelolaan Sumber Daya Air. Undang-undang tersebut mengatur bahwa Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Rakyat juga memiliki hak rakyat atas air dengan adanya priortias penggunaan sumber daya air, yaitu prioritas I untuk kebutuhan pokok sehari hari kemudian prioritas II untuk pertanian rakyat, serta prioritas III untuk kebutuhan usaha. Undang-undang juga mengatur mengenai peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air, dimana masyarakat memiliki hak:
Selain hak yang diberikan, masyarakat juga memiliki kewajiban dalam pengelolaan sumber daya air, yaitu:
Dengan adanya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air, diharapkan sumber daya air dapat dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagaiman diamanatkan dalam undang-undang dasar.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air mencabut dan tidak memberlakukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046). Meskipun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan pernah diberlakukan kembali setelah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, namun masih terdapat banyak kekurangan dan belum dapat mengatur secara menyeluruh mengenai pengelolaan sumber daya air sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat. Menurut pengetahuan kuno bahwa air adalah salah satu elemen kehidupan dasar bersama dengan udara, api dan tanah. Salah satu pertimbangan dalam UU 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dikatakan bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air perlu dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi guna memenuhi kebutuhan rakyat atas air. Sebab air sebagai bagian dari sumber daya air merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 Oktober 2019 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air mulai berlaku setelah diundangkan oleh Plt. Menkumham Tjahjo Kumolo pada tanggal 16 Oktober 2019 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air diundangkan dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 190. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air diundangkan dan ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6405.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046) dan dinyatakan tidak berlaku. Pertimbangan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air adalah:
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air adalah Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Terbatasnya ketersediaan Sumber Daya Air pada satu sisi dan terjadinya peningkatan kebutuhan Air pada sisi lain menimbulkan persaingan antarpengguna Sumber Daya Air yang berdampak pada menguatnya nilai ekonomi Air. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antarsektor, antarwilayah, dan berbagai pihak yang terkait dengan Sumber Daya Air. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang dapat memberikan pelindungan terhadap kepentingan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi pertanian rakyat. Oleh karena itu, penyediaan Air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama di atas semua kebutuhan Air lainnya. Atas dasar penguasaan negara terhadap Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah diberi tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, termasuk tugas untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas Air bagi masyarakat. Di samping itu, Undang-Undang ini juga memberikan kewenangan Pengelolaan Sumber Daya Air kepada pemerintah desa, atau yang disebut dengan nama lain, untuk membantu pemerintah dalam Pengelolaan Sumber Daya Air serta mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat desa dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya. Sebagian, tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dalam mengelola Sumber Daya Air yang meliputi satu Wilayah Sungai dapat ditugaskan kepada Pengelola Sumber Daya Air yang dapat berupa unit pelaksana teknis kementerian/unit pelaksana teknis daerah atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air. Pada dasarnya penggunaan Sumber Daya Air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat dapat dilakukan tanpa izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha. Namun, dalam hal penggunaan Sumber Daya Air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dilakukan pengubahan kondisi alami Sumber Air atau ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan Air dalam jumlah besar, penggunaannya harus dilakukan berdasarkan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha. Penggunaan Air untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian rakyat juga harus dilakukan berdasarkan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha apabila dilakukan dengan cara mengubah kondisi alami Sumber Air atau digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada. Semua jenis dan bentuk penggunaan dan pengembangan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha harus dilakukan berdasarkan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha. Jumlah kuota Air yang ditetapkan dalam izin merupakan volume Air maksimum yang dapat diberikan kepada pemegang izin yang tidak bersifat mutlak dan tidak merupakan izin untuk menguasai Sumber Daya Air. Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip (a) tidak mengganggu, tidak mengesampingkan, dan tidak meniadakan hak rakyat atas Air; (b) pelindungan negara terhadap hak rakyat atas Air; (c) kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak asasi manusia; (d) pengawasan dan pengendalian oleh negara atas Air bersifat mutlak; (e) prioritas utama penggunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha diberikan kepada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa; dan (f) pemberian lzin Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha kepada pihak swasta dapat dilakukan dengan syarat tertentu dan ketat setelah prinsip sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e dipenuhi dan masih terdapat ketersediaan Air. Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha ditujukan untuk meningkatkan kemanfaatan Sumber Daya Air bagi kesejahteraan rakyat dengan mengutamakan kepentingan umum dan tetap memperhatikan fungsi sosial Sumber Daya Air dan kelestarian lingkungan hidup. Penggunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha pada tempat tertentu dapat diberikan kepada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, dan/atau perseorangan berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan usaha yang telah disusun melalui konsultasi publik dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha dari pemerintah. Penggunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha tersebut dapat berupa penggunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha yang memerlukan Air baku sebagai bahan baku produksi, sebagai salah satu media atau unsur utama dari kegiatan suatu usaha, seperti perusahaan daerah air minum, perusahaan minuman dalam kemasan, pembangkit listrik tenaga Air, olahraga arung jeram, dan sebagai bahan pembantu proses produksi, seperti Air untuk sistem pendingin mesin (water cooling system) atau Air untuk pencucian hasil eksplorasi bahan tambang. Penggunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha tidak termasuk penguasaan Sumber Airnya, tetapi hanya terbatas pada penggunaan Air sesuai dengan kuota Air yang ditetapkan dan penggunaan sebagian Sumber Air untuk keperluan bangunan sarana prasarana yang diperlukan, misalnya penggunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha pembangunan sarana prasarana pada Sumber Air. Untuk terselenggaranya Pengelolaan Sumber Daya Air secara berkelanjutan, penerima manfaat jasa Pengelolaan Sumber Daya Air, pada prinsipnya, wajib menanggung biaya pengelolaan sesuai dengan manfaat yang diperoleh. Kewajiban itu tidak berlaku bagi pengguna Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan selain untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat yang bukan kegiatan usaha. Pengelolaan Sumber Daya Air melibatkan kepentingan banyak pihak yang sering kali tidak sejalan dan menimbulkan potensi konflik. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan koordinasi untuk mengintegrasikan kepentingan antarsektor dan antarwilayah serta untuk merumuskan kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air secara sinergis. Koordinasi pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota diperlukan dalam penyusunan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air. Pada tingkat Wilayah Sungai, koordinasi perlu dilakukan terkait dengan kegiatan operasional yang menyangkut berbagai kepentingan. Koordinasi pada tingkat Wilayah Sungai perlu diwadahi dalam suatu lembaga permanen yang berupa wadah koordinasi tingkat Wilayah Sungai. Untuk menjamin terselenggaranya kepastian dan penegakan hukum dalam hal yang berkaitan dengan Pengelolaan Sumber Daya Air, selain penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, diperlukan penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang penyidikan. Berikut adalah isi dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (bukan dalam format asli): UNDANG-UNDANG TENTANG SUMBER DAYA AIR
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan berdasarkan asas:
Pasal 3Pengaturan Sumber Daya Air bertujuan:
Ruang lingkup pengaturan Sumber Daya Air meliputi:
BAB III PENGUASAAN NEGARA DAN HAK RAKYAT ATAS AIRBagian Kesatu Penguasaan NegaraPasal 5Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 6Negara menjamin hak rakyat atas Air guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya, dan terjangkau. Pasal 7Sumber Daya Air tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha. Bagian Kedua Hak Rakyat Atas AirPasal 8
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) bertugas:
Pasal 11Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) berwenang:
Pasal 12Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi tugas dan wewenang Pemerintah Daerah provinsi dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Pasal 13Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertugas:
Pasal 14Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berwenang:
Pasal 15Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertugas:
Pasal 16Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berwenang:
Pasal 17Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain memiliki tugas meliputi:
Pasal 16Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 Pemerintah Pusat menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada perangkat Pemerintah Pusat atau wakil Pemerintah Pusat di daerah, atau dapat menugaskannya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19
Pasal 20
Setiap Orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan:
Pasal 26
Pasal 27Ketentuan lebih lanjut mengenai Konservasi Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 26 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Pendayagunaan Sumber Daya AirPasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31Dalam keadaan memaksa, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan menetapkan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan Sumber Daya Air. Pasal 32Setiap Orang yang menggunakan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c dilarang melakukan pencemaran dan/atau perusakan pada Sumber Air, lingkungan, dan Prasarana Sumber Daya Air di sekitarnya. Pasal 33
Pasal 34Ketentuan lebih lanjut mengenai Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 33 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setiap Orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya Daya Rusak Air. Pasal 37Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengendalian Daya Rusak Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Tahapan Pengelolaan Sumber Daya AirParagraf 1 UmumPasal 38Tahapan Pengelolaan Sumber Daya Air meliputi:
Paragraf 2 Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya AirPasal 39
Paragraf 3 Pelaksanaan Konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan Pelaksanaan NonkonstruksiPasal 40
Paragraf 4 Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya AirPasal 41
Pasal 42Setiap Orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan Prasarana Sumber Daya Air. Paragraf 5 Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sumber Daya AirPasal 43
Izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha terdiri atas:
Bagian Ketiga Izin Penggunaan Sumber Daya Air untuk Kebutuhan UsahaPasal 46
Pasal 47
Pasal 48Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 diselenggarakan berdasarkan rencana penyediaan Air dan/atau zona pemanfaatan ruang pada Sumber Air yang terdapat dalam Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait. Pasal 49
Pasal 50Izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha dengan menggunakan Air dan Daya Air sebagai materi sebagaimana, dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b yang menghasilkan produk berupa Air minum untuk kebutuhan pokok sehari-hari diberikan kepada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum. Pasal 51Izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha dapat diberikan kepada pihak swasta setelah memenuhi syarat tertentu dan ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat ( 1) huruf f paling sedikit:
Pasal 52
Pasal 53Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan perizinan penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 51 serta perizinan penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pembayaran BJPSDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 harus memperhatikan prinsip pemanfaat membayar. Pasal 60Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 59 diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB X HAK DAN KEWAJIBANPasal 61
Pasal 62
BAB XI PARTISIPASI MASYARAKATPasal 63
BAB XII KOORDINASIPasal 64
Pasal 65
Pasal 66
BAB XIII PENYIDIKANPasal 67
BAB XIV KETENTUAN PIDANAPasal 68Setiap Orang yang dengan sengaja:
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp5.OO0.0O0.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp I 5.000.000. 000,00 (lima belas miliar rupiah). Pasal 69Setiap Orang yang dengan sengaja:
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) dan paiing banyak Rp10.00O.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 70Setiap Orang yang dengan sengaja:
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.0O0.000.00O,O0 (lima miliar rupiah). Pasal 71Setiap Orang yang karena kelalaiannya:
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000. 000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pasal 72Setiap Orang yang karena kelalaiannya:
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling sedikit Rp500.0O0.O00,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 73Setiap Orang yang karena kelalaiannya:
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp30O.00O.00O,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 74
BAB XV KETENTUAN PERALIHANPasal 75Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
BAB XVI KETENTUAN PENUTUPPasal 76Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
Pasal 77Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, Angka I Matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota:
yang tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2O14 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 78Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 79Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
[ Foto A water drop.Splash! By José Manuel Suárez, CC BY 2.0, Link ] Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air |