GridHot.ID - Menjadi tempat penyebaran agama Islam, Indonesia memiliki beberapa masjid bersejarah yang tersebar di berbagai wilayah dari Sabang sampai Merauke. Show
Selain menjadi tempat ibadah, beberapa masjid memang diketahui menyimpan kisah bersejarah sehingga disebut masjid bersejarah. Masjid bersejarah ini cocok dijadikan destinasi wisata religi saat bulan Ramadhan tiba. Salah satu masjid yang menyimpan bukti sejarah adalah Masjid Mantingan. Dilansir dari Kompas.com, Masjid Mantingan yang terletak di Jepara, Jawa tengah ini merupakan bentuk akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam di bidang seni ukir atau seni pahat. Lantas bagaimana bentuk alkuturasinya ? Alkulturasi Budaya Islam Seni Ukir Dilansir dari Kompas.com, seni ukir atau seni pahat tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam, namun berkembang pesat saat zaman Islam Madya. Faktor penyebabnyanya adalah adanya ajaran Islam yang mengatakan bahwa seni ukir, seni patung dan seni lukis makhluk hidup (hewan dan manusia) tidak diperbolehkan. Baca Juga: Konon Dibangun Wali Sanga Dalam Waktu Sehari Semalam, Masjid Agung Cipta Rasa Jadi Bukti Sejarah Penyebaran Islam di Wilayah Cirebon Ajaran tersebut ditaati masyarakat muslim di Indonesia, terlebih di wilayah Jepara. Maka, bentuk seni yang berkembang sebagai bentuk akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam adalah; Seni hias berupa seni ukir atau seni pahat yang dikembangkan dengan motif daun-daunan dan bunga-bungaan, seperti yang telah dikembangkan sebelumnya. Seni hias dengan huruf Arab yang disebut kaligrafi. Kreasi baru yaitu bila ingin melukiskan makhluk hidup dilakukan dengan menyamarkan wujud makhluk hidup (binatang atau manusia) dengan berbagai hiasan. Di Indonesia terdapat banyak bangunan-bangunan Islam berhiaskan berbagai motif ukir-ukiran yang terletak pada pintu atau tiang di bangunan keraton, masjid, gapura atau pintu gerbang. Pada masa ini juga dikembangkan seni hias seni ukir dengan bentuk tulisan Arab yang dipadukan dengan ragam hias lain. Termasuk seni kaligrafi dengan bentuk orang, binatang atau wayang. Tentu, latar belakang tradisi ukir di Jepara sangat terlihat dari Masjid dan pemakaman Mantingan. Lalu, bagaimana sejarah berdirinya Masjid Mantingan ini ? Baca Juga: Dulunya Pondok Pesantren, Begini Sejarah Berdirinya Masjid Tiban di Malang yang Mirip Bangunan Kerajaan Sejarah Masjid Mantingan Dilansir dari Tribunnewswiki, Masjid Mantingan dibangun tahun 1559 Masehi, pembangunannya sendiri dilakukan setelah berdirinya Masjid Agung Demak. Masjid Mantingan ini dibangun usai adanya peristiwa pembunuhan yang terjadi di Kesultanan Demak. Peristiwa itu terjadi setelah meninggalnya Sultan Demak, Raden Trenggono. Setelah Raden Trenggono meninggal maka tahta kesultanan jatuh kepada Sultan Hadiri. Namun setelah Sultan Hadiri naik tahta, ia dibunuh oleh Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat yang mengetahui suaminya telah terbunuh merasa terpukul dan mengalami kesedihan yang mendalam. Untuk mengobati kesedihan itu, Ratu Kalinyamat membangun makam dan juga masjid yang ia persembahkan untuk sang suami. Akhirnya, Masjid itu diberi nama Masjid Mantingan. Baca Juga: Punya Menara Mirip Mercusuar, Begini Arsitektur Unik Masjid Agung Banten, Jadi Saksi Bisu Sejarah Kejayaan Kota Pelabuhan Masjid Mantingan dibangun dengan gaya arsitektur campuran dari budaya Hindu dan juga Cina. Untuk mustaka, atap dan juga tumpangnya dibangun dengan corak Hindu. Sedangkan untuk reliefnya ini diambil dari budaya Cina. Hal ini terlihat dari bentuk barongsai yang ada pada relief tersebut. Adapun hiasan-hiasan yang ada di dalam bangunan masjid ini terdiri dari tiga kategori yakni fauna, flora dan motif geometris. Untuk hiasan fauna (binatang) ini sudah disamarkan, hal ini karena di dalam Islam tidak diperbolehkan menggambar makhluk yang bernyawa. Kemudian untuk hiasan bercorak flora (tanaman) ini bentuknya tanaman menjalar dan bunga teratai. Dan hiasan yang terakhir ialah motif geometris atau yang biasa disebut juga dengan motif slimpetan (saling bersilangan). (*) Berkembangnya kebudayaan Islam di Kepulauan Indonesia telah menambah khasanah budaya nasional Indonesia, serta ikut memberikan dan menentukan corak kebudayaan bangsa Indonesia. Akan tetapi karena kebudayaan yang berkembang di Indonesia sudah begitu kuat di lingkungan masyarakat maka berkembangnya kebudayaan Islam tidak menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada dalam Akulturasi Dan Perkembangan Budaya Islam Di Indonesia. Dengan demikian terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan yang sudah ada. 1. Seni BangunanAkulturasi Dan Perkembangan Budaya Islam Di Indonesia yaitu Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik dan akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di zaman perkembangan Islam ini terutama masjid, menara serta makam. a. Masjid dan Menara Dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam, nampak ada perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan praIslam yang telah ada. Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid. Fungsi utama dari masjid, adalah tempat beribadah bagi orang Islam. Masjid atau mesjid dalam bahasa Arab mungkin berasal dari bahasa Aramik atau bentuk bebas dari perkataan sajada yang artinya merebahkan diri untuk bersujud. Dalam bahasa Ethiopia terdapat perkataan mesgad yang dapat diartikan dengan kuil atau gereja. Di antara dua pengertian tersebut yang mungkin primer ialah tempat orang merebahkan diri untuk bersujud ketika salat atau sembahyang. b. Makam Makam-makam yang lokasinya di dataran dekat masjid agung, bekas kota pusat kesultanan antara lain makam sultansultan Demak di samping Masjid Agung Demak, makam rajaraja Mataram-Islam Kota Gede (D.I. Yogyakarta), makam sultansultan Palembang, makam sultan-sultan di daerah Nanggroe Aceh, yaitu kompleks makam di Samudera Pasai, makam sultan-sultan Aceh di Kandang XII, Gunongan dan di tempat lainnya di Nanggroe Aceh, makam sultan-sultan Siak Indrapura (Riau), makam sultan-sultan Palembang, makam sultan-sultan Banjar di Kuin (Banjarmasin), makam sultan-sultan di Martapura (Kalimantan Selatan), makam sultan-sultan Kutai (Kalimantan Timur), makam Sultan Ternate di Ternate, makam sultan-sultan Goa di Tamalate, dan kompleks makam raja-raja di Jeneponto dan kompleks makam di Watan Lamuru (Sulawesi Selatan), makam-makam di berbagai daerah lainnya di Sulawesi Selatan, serta kompleks makam Selaparang di Nusa Tenggara.
2. Seni UkirPada masa perkembangan Islam di zaman madya , Akulturasi Dan Perkembangan Budaya Islam Di Indonesia, berkembang ajaran bahwa seni ukir, patung, dan melukis makhluk hidup, apalagi manusia secara nyata, tidak diperbolehkan. Di Indonesia ajaran tersebut ditaati. Hal ini menyebabkan seni patung di Indonesia pada zaman madya, kurang berkembang. Padahal pada masa sebelumnya seni patung sangat berkembang, baik patung-patung bentuk manusia maupun binatang. Akan tetapi, sesudah zaman madya, seni patung berkembang seperti yang dapat kita saksikan sekarang ini.
3. Aksara dan Seni SastraTersebarnya Islam di Indonesia membawa pengaruh dalam bidang aksara atau tulisan. Abjad atau huruf-huruf Arab sebagai abjad yang digunakan untuk menulis bahasa Arab mulai digunakan di Indonesia. Bahkan huruf Arab digunakan di bidang seni ukir. Berkaitan dengan itu berkembang seni kaligrafi. Di samping pengaruh sastra Islam dan Persia, perkembangan sastra di zaman madya tidak terlepas dari pengaruh unsur sastra sebelumnya. Dengan demikian terjadilah akulturasi antara sastra Islam dengan sastra yang berkembang di zaman pra-Islam. Seni sastra di zaman Islam terutama berkembang di Melayu dan Jawa.
4. KesenianDi Indonesia, Islam menghasilkan kesenian bernafas Islam yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam. Kesenian tersebut, misalnya sebagai berikut. 1) Permainan debus, yaitu tarian yang pada puncak acara para penari menusukkan benda tajam ke tubuhnya tanpa meninggalkan luka. Tarian ini diawali dengan pembacaan ayatayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Tarian ini terdapat di Banten dan Minangkabau. 2) Seudati, sebuah bentuk tarian dari Aceh. Seudati berasal dan kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman artinya delapan. Tarian ini aslinya dimainkan oleh delapan orang penari. Para pemain menyanyikan lagu yang isinya antara lain salawat nabi 3) Wayang, termasuk wayang kulit. Pertunjukan wayang sudah berkembang sejak zaman Hindu, akan tetapi, pada zaman Islam terus dikembangkan. Kemudian berdasarkan cerita Amir Hamzah dikembangkan pertunjukan wayang golek.
5. KalenderSistem kalender itu juga berpengaruh di Nusantara. Bukti perkembangan sistem penanggalan (kalender) yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan oleh Sultan Agung. Ia melakukan sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan pada tahun Saka. Misalnya bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadhan diganti dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender Sultan Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa (8 Agustus 1633). Masih terdapat beberapa bentuk lain dan akulturasi antara kebudayaan pra-Islam dengan kebudayaan Islam. Misalnya upacara kelahiran perkawinan dan kematian. Masyarakat Jawa juga mengenal berbagai kegiatan selamatan dengan bentuk kenduri. Selamatan diadakan pada waktu tertentu. Misalnya, selamatan atau kenduri pada 10 Muharam untuk memperingati Hasan-Husen (putra Ali bin Abu Thalib), Maulid Nabi (untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad), Ruwahan (Nyadran) untuk menghormati para leluhur atau sanak keluarga yang sudah meninggal.Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berusaha membenahi kalender Islam. Perhitungan tahun yang dipakai atas dasar peredaran bulan (komariyah). Umar menetapkan tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M, sehingga sekarang kita mengenal tahun Hijriyah.
Baca Juga
Demikian Artikel Akulturasi Dan Perkembangan Budaya Islam Di Indonesia Yang Saya Buat Semoga Bermanfaat Ya Mbloo:) Apa saja contoh akulturasi budaya Islam?Banyak contoh akulturasi Islam dengan budaya lokal,pertama adalah seni bangunan,kedua adalah seni ukir,yang ketiga adalah aksara dan seni sastra,dan kemudian yang terakhir adalah kalender. Contoh yang paling terlihat dalam seni bangunan adalah adalah masjid dan makam. Pertama,atap masjid berupa tumpang atau bersusun.
10 Apa saja Seni Pertunjukan hasil akulturasi budaya Islam dengan budaya Indonesia?Seni pertunjukan hasil akulturasi kebudayaan Islam dengan budaya Indonesia adalah wayang, tari Seudati, dan debus.
Apa itu akulturasi dalam bidang seni rupa dan seni ukir?Akulturasi Seni Bangunan = pencampuran antara dua budaya/unsur yang berbeda, dan dibentuk dalam suatu bangunan. Seni Ukir dan Rupa= Ragam hias yang bersifat kruwikan, buledan, sambung-menyambung, dan merupakan bentuk lukisan yang indah.
Di manakah terdapat akulturasi dalam seni rupa dan seni ukir?Seni Rupa dan seni ukir, contohnya relief yang dipahat di Candi Borobudur merupakan akulturasi antara cerita riwayat hidup sang Buddha dengan flora yang ada di Indonesia Seni Pertunjukan, contohnya penambahan tokoh pada cerita wayang kulit yang ditampilkan, tidak murni hanya tokoh dari cerita yang ada di India Seni ...
|